BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Allah
SWT. Menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Yang mengandung
tuntunan-tuntunan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat,
serta kebahagiaan lahir dan bathin. Selain menggunakan cara yang langsung,
yaitu berbentuk perintah dan larangan, adakalanya tuntunan tersebut disampaikan
melalui kisah-kisah, dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap
kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk
berbuat ingkar serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyyah dan berdakwah.
2.
RUMUSAN
MASALAH
-
Apa pengertian Qashash dalam Al-Qur’an?
-
Apa macam-macam Qashash dalam Al-Qur’an?
-
Apa faedah Qashash dalam Al-Qur’an?
-
Apa pengertian ibrah penggunaan nama dan gelar
tokoh dalam Al-Qur’an?
-
Kenapa pengulangan Qashash Al-Qur’an dan apa
hikmahnya?
3.
TUJUAN
PENULISAN
-
Untuk mengetahui pengertian Qashash dalam
Al-Qur’an
-
Untuk mengetahui apa-apa saja macam-macam
Qashash dalam Al-Qur’an
-
Untuk mengetahui faedah yang ada dalam Al-Qur’an
-
Untuk mengetahui pengertian ibrah penggunaan
nama dan gelar tokoh dalam Al-Qur’an
-
Untuk mengetahui masalah pengulangan Qashash
Al-Qur’an dan apa saja hikmahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
QASHASH DALAM AL-QUR’AN
Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah,
artinya kisah, cerita, berita atau keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul
Qur’an ialah kisah-kish dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Kata Qashash juga berasal dari
bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata Qishash yang berarti tatabbu
al-atsar (napak tilas/mengulang kembali masa lalu). Arti ini diperoleh dari
uraian Al-Qur’an pada surat Al-Kahfi ayat 64.
Secara Etimologi al-qashash juga
berarti urusan (al-amr), berita (khabar), dan keadaan (hal).
Dalam bahasa Indonesia, kata itu di terjemahkan dengan kisah yang berarti
kejadian (riwayat, dan sebagainya).
Adapun yang dimaksud dengan qashash
Al-Qur’an adalah:
“pemberitaan mengenai keberadaa
umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi”.
Kisah-kisah Al-Qur’an pada umumnya
mengandung unsure pelaku (as-sakhsiyayat), peristiwa (ahdats),
dan dialog (al-hiwar). Ketiga nusur ini terdapat pada hampir seluruh
kisah Al-Qur’an seperti lazimnya kisah-kisah biasa. Hanya saja peran ketiga
unsure itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satunya hilang. Satu-satunya
pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf,
yang mengandung ketiga unsur itu da terbagi menurut teknik kisah biasa. Cara
semacam ini tidak ditemui pada kisah lain. Hal ini karena kisah Al-Qur’an pada
umumnya bersifat pendek (uqshush).
2.
MACAM-MACAM
QASHASH DALAM AL-QUR’AN
a. Kisah para Nabi terdahulu.
b. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada
masa lalu dan orang-orang yang tidak di sebutkan kenabiannya.
c. Kisah-kisah yang terjadi pada masa
Rasulullah.
a. Kisah panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf
(12).
b. Kisah yang lebih pendek dari bagian yang
pertama, seperti kisah
Maryam dalam surat Maryam (19).
c. Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari
sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surat Al-A’raf
(7).
Di dalam Al-Qur’an banyak di kisahkan
beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Qur’an dapat di
ketahui beberapa kisah yang pernah di alami orang-orang jauh sebelum kita sejak
Nabi Adam; seperti kisah Nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani,
Sabi’in, Majuzi, dan lain sebagainya.
Selain itu Al-Qur’an juga menceritakan
beberapa peristiwa yang terjadi di jaman Rasulullah SAW. Seperti kisah beberapa
peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain
sebagainya.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat di bagi
beberpa macam, yaitu:
a. Dari segi waktu
Di tinjau dari segi waktu kisah-kisah dalam
Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1) Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu.
Contohnya:
v Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya
mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam (Q.S.
Al-Baqarah: 30-34).
v Kisah tentang penciptaan alam semesta
sebagaimana tersapat dalam (Q.S. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
2) Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini,
contohnya:
v Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada
malam Lailatul Qadar seperti di ungkapkan dalam.
3) Kisah hal ghaib yang akan terjadi pada masa
yang akan datang, contohnya:
v Kisah tentang akan datangnya hari kiamat
seperti di jelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qari’ah, Surat Az-Zalzalah dan
lainnya.
v Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat
seperti di ungkapkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Lahab.
b. Dari Segi Materi
Di tinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam
Al-Qur’an ada tiga, yaiut:
1) Kisah-kisah para Nabi, seperti:
v Kisah Nabi Muhammad
v Kisah Nabi Adam
v Kisah Nabi Nuh
v Kisah Nabi Luth
v Kisah Nabi Musa
v Kisah Nabi Sulaiman
v Kisah Nabi Ibrahim
v Kisah Nabi Ismail
v Kisah Nabi Yusuf
2)
Kisah
tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau ang tidak dapat
di pastikan kenabiannya.
Contohnya:
v Kisah tentang Luqman
v Kisah tentang Ashabul kahfi
v Kisah tentang Maryam
3)
Kisah
yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah SAW.
Contohnya:
v Kisah tentang Ababil
v Kisah tentang Hijrahnya Nabi SAW
v Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang di
uraikan dalam Qur’an surat Ali Imran
v Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk dan
lain sebagainya
3.
FAEDAH
QASHASH DALAM AL-QUR’AN
a.
Mejelaskan
dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang di
sampaikan para Nabi.
b.
Memantapkan
hati Rasulullah SAW. Dan umatnya dalam mengamalkan Agama Allah (Islam) dan
menguatkan kepercayaan umat mukmin tentang akan datangnya pertolongan Allah dan
kehancuran orang-orang yang sesat.
c.
Mengabadikan
usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa pada Nabi yang terdahulu adalah
benar.
d.
Menampakkan
kebenaran Nabi Muhammad SAW. Dalam dakwahnya, degan tepat beliau menerangkan
keadaan umat-umat terdahulu.
e.
Menyingkap
kebohongan-kebohongan ahli kitab yag telah menyembunyikan isi kitab mereka yang
murni dan mengoreksi pendapat mereka.
f.
Menanamkan
akhlakul karimah dan budi yang mulia.
g.
Menarik
perhatian para pendengar yang di berikan pelajaran kepada mereka.
4.
IBRAH
DARI PENGGUNAAN NAMA DAN GELAR TOKOH DALAM QASHASH
Tidak
jarang pelaku kisah dalam Al-Qur’an disebutkan namanya langsung, umpamanya:[5]
1.
Nama
Nabi, seperti:
a.
Adam
(QS. Al-Baqarah (2) ayat 31, 33, 34, 35, 37) dan lain-lain.
b.
Nuh (QS.
Hud (11) ayat 25, 32, 42, 45, 46, 48, 89) dan lain-lain.
2. Nama
Malaikat, seperti
a.
Jibril
(QS. At-Tahrim (66) ayat 4 dan QS. Al-Baqarah (2) ayat 97, 98).
b.
Harut
Marut (QS. Al-Baqarah (2) ayat 102).
3. Nama
Sahabat, seperti Zaid bin Harist (QS. Al-Ahzab (33) ayat 37).
4. Nama
tokoh terdahulu non-Nabi dan Rasul, seperti:
a.
Imran
(QS. Ali-Imran (3) ayat 33, 35 dan lain-lain.
b.
Uzair
(QS. Yunus (10) ayat 30).
5. Nama
Wanita, seperti:
a.
Maryam
(QS. Ali-Imran (3) ayat 36, 37, 42, 43, 44, 45)
Di samping nama pelaku, Al-Qur’an pun
menuturkan gelar pelaku kisah, seperti Abu Lahab pada Q.S Al-Lahab (111)
ayat 1, namanya sendiri adalah Abu Al-Uza
Sebagaimana di jelaskan di atas, kisah-kisah dalam Al-Qur’an menyingkap
beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Qur’an di turunkan,
terjadi bersamaan dengan turunnya Al-Qur’an ataupun peristiwa-peristiwa yang
akan terjadi .
Dalam suatu kisah paling tidak ada empat hal yang terdapat di dalamnya. Empat
hal tersebut, yaiut: jenis perisyiwa itu sendiri, pelaku peristiwa, tempat
peristiwa dan waktu peristiwa. Keempat ha tersebut akan selalu berkaitan dan
menyatu dalam setiap peristiwa.
Di dalam Al-Qur’an banyak di kisahkan tentang berbagai jenis peristiwa
yang pernah terjadi di bumi yang kita injak ini, seperti kisah tentang banjir
bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa dahsyat pada masa Nabi
Luth, kisah perang Badar, kisah tentang Isra’ Mi’raj, kisah tentang kehidupan
di surga yang penuh nikmat, kisah kehidupan di neaka yang penuh derita, dan
lain sebagainya.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan terjadi,
Al-Qur’an menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu peristiwa. Beberapa
tokoh atau peristiwa yang di sebutkan dalam Al-Qur’an seperti para Nabi dan
utusan Allah yang di beri tugas dalam menyampaikan risalah, orang-orang saleh
yang tidak dapat di pastikan kenabiannya, seperti: Fir’aun, Jalut, Qarun, Abu
Lahab, dan lain sebagainya. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa
tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an, tetapi hanya di ungkapkan
secara maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif, maka hanya
disebutkan secara simbolis, seperti: kaum ‘Ad, kaum Luth, Bani Israil, kaum
Quraisy dan lain sebagainya.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya di ungkapka
secara global, di samoing itu tempat kejadian, setiap saat dapat di rubah
secara alamiah, dan rata-rata mur masing-masing generasi manusia relatif
singkat. Naun demikian di dalam Al-Qur’an juga terungkap beberapa tempat
sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa sperti: Safa dan Marwa, Bukit
Tursina, Masjidil Haram di Mekkah, Masjidil Aqsa di Palestina dan lain
sebagainya. Pengungkapan Al-Qur’an yang berkaitan dengan waktu terjadinya
peristiwa seperti di jelaskan pada kisah
tentang turunnya Al-Qur’an yang pertama kali ke bumi, kisah tentang turunnya
wahyu terakhir dan lain sebagainya.
Dengan
ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mengisahkan. Beberpa kejadian (peristiwa)
dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku peristiwa akan sangat berfaedah bagi
orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Karena dari
kisah-kisah tersebut banyak Ibrah yang dapat diambil manfaat dan
hikmahnya.
Kisa dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat di
jadikan teladan, seperti kisah kehidupan para Nabi, orang-orang yang beriman
dan beramal saleh. Dan dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah dapat
mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebut beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat dalam
Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, selain itu
akan memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an. Namun kita perlu
menyayangkan, terkadang di antara kita dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an
kaitannya dengan kisah suatu peristiwa hanya menekan pada jenis peristiwa,
mengabaikan waktu kejadian dan pelaku peristiwa, sehingga kurang dapat
menyentuh maksud dan tujuan apa yang di kehendaki dalam Al-Qur’an.
Mereka mneggunakan berbagai dalil untuk memperkuat pendapatnya. Dan
kaidah ini menjadi pegangan jumhur ulama, terutama mereka dari golongan Usuliyah.
Adapun di antara ayat Al-Qur’an yang di jadikan pegangan antara lain: ayat
zihar dalam (Q.S. Al-Mujaddalah: 2) yang berbunyi:
Artinya:
“orang-orang yang menzihar (menganggap) isteri sebagai ibunya, isterunya
di antara kamu, padahal isteri mereka itu bukan ibunya. Ibu-ibu mereka tidak
lain adalah mereka yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka benar-benar
mengucapkan perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
bagi lagi maha penyayang”.
Ayat di atas turun sehubungan dengan peristiwa atau kasus Salamah bin
Shakhr, tetapi hukumnya tidak hanya pada Salamah bin Shakhr, berlaku
untuk umum.
Kedua, berpendapat bahwa Ibrah (pesan) itu hanya terbatas bagi tokoh
pelakunya saja. Mereka mengambil kaidah sebagai berikut:
Artinya:
“hukum yang di kandung oleh
sesuatu ayat berlaku terbatas untuk tokoh yang menjadi sebab turunnya ayat
tersebut. Bukan untuk umumnya lafad”
Misalnya pada yat
188 surat Ali Imran yang berbunyi:
Artinya:
“ janganlah sekali-kali kamu
menyangka bahwa orang-orang yang bergembira dengan apa yang telah mereka
kerjakan dan mereka sukai supaya dipuji terhadap apa yang belum mereka kerjakan”
Ayat di atas tidak di tunjukkan untuk
masyarakat umum, tetapi hanya terbatas bagi kaum ahli kitab. Demikianlah
dipersepsikan dari Ibnu Abbas.
5.
PENGULANGAN
QASHASH AL-QUR’AN DAN HIKMAHNYA
Al-Qur’an banyak mengandung kisah yang
pengungkapannya diulang-ulang di beberapa tempat. Berikut ini dikemukakan
contoh pengulangan itu:
a.
Kisah
Iblis tidak mau tunduk kepada Adam: surat Al-Baqarah (2) ayat 34, surat
Al-A’raf (7) ayat 11:, surat Al-Kahfi (18) ayat 50, surat Thaha (20) ayat 116,
surat Shad (38) ayat 74.
b.
Kisah
kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks: surat Al-A’raf (7) ayat 80,
81: surat Hud (11) ayat 78: surat An-Naml (27) ayat 54-55: surat Al-Ankabut
(29) ayat 29.
c.
Kisah
istri Nabi Luth yang dibinasakan: surat Al-A’raf (7) ayat 83; surat Hud (11)
ayat 81; surat Al-Hijr (15) ayat 60; surat Asy-Syura (26) ayat 171; surat
An-Naml (27) : 57.
Dalam hal ini, Manna
Al-Qaththan menjelaskan hikmah pengulangan kisah-kisah Al-Qur’an sebagai
berikut:
v Menjelaskan ketinggian kualitas Al-Qur’an.
v Memberikan perhatian yang besar terhadap
kisah untuk menguatkan kesan dalam jiwa.
v Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an.
v Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan
diungkapkannya kisah tersebut.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Kata Qashash
juga berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata Qishash
yang berarti tatabbu al-atsar (napak tilas/mengulang kembali masa lalu).
Arti ini diperoleh dari uraian Al-Qur’an pada surat Al-Kahfi ayat 64.
Secara Etimologi al-qashash juga
berarti urusan (al-amr), berita (khabar), dan keadaan (hal).
Dalam bahasa Indonesia, kata itu di terjemahkan dengan kisah yang berarti
kejadian (riwayat, dan sebagainya)
Manna’ Al-Qaththan, membagi qashash
(kisah-kisah) Al-Qur’an dalam tiga bagian, yaitu:[7]
d. Kisah para Nabi terdahulu.
e. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada
masa lalu dan orang-orang yang tidak di sebutkan kenabiannya.
f. Kisah-kisah yang terjadi pada masa
Rasulullah.
d. Kisah panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf
(12).
e. Kisah yang lebih pendek dari bagian yang
pertama, seperti kisah
Maryam dalam surat Maryam (19).
f. Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari
sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surat Al-A’raf
(7).
Di dalam Al-Qur’an banyak di kisahkan
beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Qur’an dapat di
ketahui beberapa kisah yang pernah di alami orang-orang jauh sebelum kita sejak
Nabi Adam; seperti kisah Nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani,
Sabi’in, Majuzi, dan lain sebagainya.
Di dalam Al-Qur’an banyak di kisahkan
tentang berbagai jenis peristiwa yang pernah terjadi di bumi yang kita injak
ini, seperti kisah tentang banjir bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu
dan gempa dahsyat pada masa Nabi Luth, kisah perang Badar, kisah tentang Isra’
Mi’raj, kisah tentang kehidupan di surga yang penuh nikmat, kisah kehidupan di
neaka yang penuh derita, dan lain sebagainya.
Al-Qur’an banyak mengandung kisah yang
pengungkapannya diulang-ulang di beberapa tempat. Berikut ini dikemukakan
contoh pengulangan itu:
a.
Kisah
Iblis tidak mau tunduk kepada Adam: surat Al-Baqarah (2) ayat 34, surat
Al-A’raf (7) ayat 11:, surat Al-Kahfi (18) ayat 50, surat Thaha (20) ayat 116,
surat Shad (38) ayat 74.
b.
Kisah
kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks: surat Al-A’raf (7) ayat 80,
81: surat Hud (11) ayat 78: surat An-Naml (27) ayat 54-55: surat Al-Ankabut
(29) ayat 29.
c.
Kisah
istri Nabi Luth yang dibinasakan: surat Al-A’raf (7) ayat 83; surat Hud (11)
ayat 81; surat Al-Hijr (15) ayat 60; surat Asy-Syura (26) ayat 171; surat
An-Naml (27) : 57.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Ahmad Syadali MA, Drs. H.
Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, CV.Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Drs. Rosihan Anwar, M.Ag. Ilmu Tafsir, CV.Pustaka
Setia, Bandung, 2000.